Pemkot Pekalongan Serius Perhatikan Nasib Tukang Becak, Wali Kota Aaf Beri Ruang Dialog dan Gagas Solusi Transportasi Berkelanjutan

Pemkot Pekalongan Serius Perhatikan Nasib Tukang Becak, Wali Kota Aaf Beri Ruang Dialog dan Gagas Solusi Transportasi Berkelanjutan

Kota Pekalongan– Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan melalui Dinas Perhubungan (Dishub) setempat terus menunjukkan komitmennya dalam memperhatikan nasib para pelaku transportasi tradisional. Usai berdialog dengan para sopir angkutan umum beberapa waktu lalu, kini giliran para tukang becak yang mendapat ruang aspirasi langsung dari Wali Kota Pekalongan, HA Afzan Arslan Djunaid. Pertemuan yang berlangsung secara hangat di Kantor Dishub Kota Pekalongan, Selasa (17/6/2025) ini menjadi momentum penting bagi para pengayuh becak untuk menyampaikan keluh kesah mereka sekaligus berdiskusi mengenai masa depan moda transportasi yang sempat berjaya di Kota Batik tersebut.

“Kami ingin mendengar langsung dari para tukang becak, bagaimana situasi dan kondisi yang mereka hadapi sekarang. Sebelumnya kami juga sudah berdialog dengan para sopir angkut. Becak adalah bagian dari identitas Kota Pekalongan, dan kami ingin menjaga moda transportasi tradisional ini agar tetap hidup,” tutur Wali Kota yang akrab disapa Mas Aaf.

Dalam kesempatan tersebut, Wali Kota Aaf mengakui bahwa mayoritas tukang becak yang hadir sudah lanjut usia. Minimnya minat generasi muda untuk melanjutkan profesi ini menjadi tantangan tersendiri, apalagi di tengah serbuan moda transportasi modern seperti ojek online, taksi online, hingga layanan shuttle. Akibatnya, keberadaan becak semakin tersisih dan mulai kehilangan peminat.

“Dulu becak menjadi moda transportasi favorit warga. Sekarang, banyak tukang becak hanya dapat satu atau dua penumpang dalam sehari. Ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Para tukang becak berharap pemerintah hadir memberikan solusi nyata,” tambahnya.

Aaf menyebutkan, Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Perhubungan tengah mengkaji berbagai masukan dari para penarik becak, termasuk kemungkinan modifikasi becak menjadi becak listrik atau becak motor (bentor), yang dinilai lebih ramah terhadap kondisi fisik para pengayuh yang sudah sepuh.

“Apakah memungkinkan jika ke depan ada bentor atau becak listrik? Ini akan kami kaji dulu dari sisi regulasi dan manfaatnya. Yang penting kami ingin mendengar dulu aspirasi mereka. Nantinya solusi yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka di lapangan,” terangnya.

Lebih jauh, Aaf juga membuka peluang untuk memberdayakan becak sebagai bagian dari transportasi wisata, seperti yang telah diterapkan di sejumlah daerah seperti Yogyakarta. Salah satu lokasi yang dipertimbangkan adalah kawasan wisata religi Sapuro. Namun demikian, Pemkot masih menghadapi tantangan penyediaan lahan parkir bus peziarah dari luar kota yang memadai.

“Jika sudah ada lahan parkir yang representatif, antar-jemput peziarah atau wisatawan dengan becak bisa menjadi daya tarik tersendiri, seperti shuttle. Tapi ini semua masih dalam kajian, dan kami sedang mencari solusi terbaik,” jelas Aaf.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekalongan, M. Restu Hidayat, menyatakan bahwa pihaknya juga telah mengadakan sosialisasi bagi puluhan pengemudi becak tidak bermotor, untuk mengetahui lebih dalam kondisi mereka sekaligus melakukan pendataan ulang.

“Dulu tercatat ada sekitar 850 tukang becak, tetapi berdasarkan inventarisasi terbaru hanya sekitar 250 yang aktif dan yang sudah terdata. Tentu ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan,” ujarnya.

Menurutnya, para pengayuh becak menyampaikan berbagai kebutuhan, seperti tempat pangkalan yang layak, perbaikan fasilitas becak seperti atap dan jok, hingga peluang modifikasi kendaraan agar lebih ergonomis. Dishub sendiri pada tahun 2019 sempat memfasilitasi pengecatan ulang becak dengan motif batik khas Pekalongan dan pemberian jok baru.

“Tahun ini, kami kembali akan mendata ulang secara komprehensif kebutuhan para penarik becak. Harapannya, kami bisa menyiapkan program yang lebih tepat sasaran agar keberlangsungan becak sebagai moda transportasi ramah lingkungan tetap terjaga,” tandasnya.

Lebih dari sekadar moda transportasi, becak di Kota Pekalongan adalah simbol budaya, warisan sejarah, sekaligus mata pencaharian yang menyangkut hajat hidup banyak orang. Melalui dialog terbuka dan langkah-langkah strategis, Pemkot berupaya memastikan bahwa tidak ada warga yang terpinggirkan dalam arus modernisasi, dan setiap moda transportasi mendapat tempat yang setara untuk berkembang dan beradaptasi.

“Ini bukan hanya soal becak, ini soal menjaga nilai-nilai lokal, memberdayakan masyarakat, dan memastikan tidak ada yang tertinggal dalam pembangunan,” pungkasnya.

Sumber : Dinkominfo Kota Pekalongan
(Tim Media Bagian Umum Setda Kota Pekalongan)